Kampung Cina di Tanah Rencong (Peunayong)

Asal muasal kata Peunayong tidak ada yang tahu begitu pula dengan artinya. Apa mungkin Peunayong itu diambil dari kata payong yang artinya pelindung? Peunayong ini sudah ada sejak jaman kerajaan Iskandar Muda. Peunayong adalah bagian dari wilayah kota tua Banda Aceh yang didesain Belanda sebagai Chinezen Kamp alias Pecinan. Peunayong dihuni warga Cina dari Suku Khe, Tio Chiu, Kong Hu, Hokkian, dan subetnis lainnya.

Kegiatan perdagangan di kawasan itu cukup menonjol karena berdagang merupakan mata pencaharian utama etnis Cina yang pada umumnya tumbuh di lingkungan pusat bisnis. Selain aktivitas perdagangan juga terdapat aktivitas keagamaan, ini nampak dari keberadaan sebuah wihara di antara deretan rumah dan toko modern yang berada di Jl. T Panglima Polem, Peunayong. Sepanjang pagi hari, kawasan Peunayong tak ubahnya seperti kawasan Glodok di Jakarta, atau Petaling Jaya di Kuala Lumpur, Malaysia. Pedagang Cina dan warga asli Aceh berbaur dengan pengunjung pasar yang didominasi warga Cina. Suasana kedai kopi pun tampak dipenuhi generasi tua masyarakat Cina yang mengenakan kaus sederhana, menikmati kopi, menghisap rokok, sambil bercakap dalam dialek Khe diselingi ucapan bahasa Mandarin.

Aktivitas bongkar muat barang, deretan mobil diparkir berjejalan dengan truk, becak kayuh, dan kesibukan transaksi jual-beli masih terlihat di pertokoan sepanjang Peunayong. Pasar tradisional, toko kain, rumah obat, kedai kopi, barang kelontong, dan berbagai komoditas lainnya mendominasi wilayah sepanjang Jalan Ahmad Yani dan Jalan T Panglima Polem tersebut. Peunayong adalah pemandangan unik “China Town” Banda Aceh.

Pasar Peunayong merupakan salah satu pasar utama kebutuhan primer warga Banda Aceh. Secara administratif pasar ini masuk dalam Kelurahan Peunayong, Kecamatan Kuta Alam, Kota Banda Aceh, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Dari Mesjid Baiturrahman berjarak sekitar 2 km ke arah utara. Secara geografis keletakannya cukup strategis karena berada tidak jauh dari tepi Krueng (sungai ) Aceh di sebelah barat dan sekitar 4 kilometer ke arah utaranya berbatasan dengan laut (Selat Malaka). Dulu kawasan ini disebut Bandar Peunayong dan leluhur warga etnis Cina sudah berada di Peunayong sekitar abad 17 M.

Kawasan Peunayong merupakan gambaran dari orang-orang Cina perantauan di dalam membuat lingkungan sendiri, hidup secara eksklusif dengan mempertahankan serta meneruskan adat kebiasaan, kebudayaan dan tradisi leluhur. Peunayong merupakan potret masih hidupnya roda perekonomian di Aceh. Keberadaan bangunan ruko dengan perpaduan gaya arsitektur Cina dan Eropa serta wihara di Peunayong dapat dipahami karena pertumbuhan pecinan setelah abad ke-18 Masehi sangat ditentukan oleh kebijakan politik dan ekonomi Pemerintah Kolonial Belanda namun begitu unsur-unsur filosofi budaya, tradisi dan warna religius Cina tetap menonjol. Karena itulah ruko-ruko di Peunayong sebagai tempat kegiatan ekonomi mayoritas warga keturunan Cina sampai kini masih bertahan.

Share:

0 komentar

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *