Kapal Di Atas Rumah Lampulo
Letak situs tsunami ini tidak begitu jauh dari komplek penangkaran ikan Lampulo. Dari gang sempit jalan Tanjung yang padat penduduk, sebuah kapal besar bertengger di atas rumah. Itulah Kapal di Atas Rumah Lampulo, yang menjadi saksi bisu ganasnya tsunami Aceh 2004 silam. Kapal ini berasal dari pelabuhan ikan Lampulo. Saat tsunami datang, ia bertengger disini terbawa gelombang tsunami. Situs tsunami ini pun telah di pugar, salah satunya dibuatkan sebuah jembatan menjulang di tengah halaman hingga berhenti disebuah balkon persegi diatasnya. Tempat yang tinggi menjadikan pengunjung dengan mudah melihat kapal lebih dekat secara menyeluruh. Dek kapalnya sempit. Ditengahnya terdapat kamar yang biasa digunakan untuk awak kapal.
Di bawah lambung kapal juga terdapat prasasti yang menceritakan kisah singkat mengenai kapal ini. Prasasti tembaga ini terdiri dari tiga bahasa yaitu bahasa Aceh, bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Memudahkan bagi pengunjung untuk mendapatkan informasi dasar. Kapal ikan ini berada di atap lantai satu rumah Ibu Abasiah. Gempa dan tsunami besar datang tiba-tiba menghentak kesibukan minggu pagi itu. Warga yang awalnya berada di luar rumah selepas gempa, berlarian mencari tempat tinggi ketika mendengar teriakan air laut naik.
Salah satu tujuan lari mereka adalah rumah Ibu Abasiah yang berlantai dua. Lampulo yang berdekatan dengan laut mengakibatkan kawasan ini termasuk parah dihantam air pekat itu. Berbilang detik, air meninggi hingga mencapai dagu dewasa di lantai dua. Sebagian ada yang menerobos ke atap rumah lewat loteng. Ketika melihat kapal merapat ke rumah semuanya diungsikan ke dalam kapal. Kapal ini menyelamatkan 59 warga. Warga yang selamat bertahan hingga tujuh jam di dalam kapal menunggu air laut surut.
Jika anda masuk ke dalam rumah. Akan Terlihat beberapa bagian rumah tampak hancur menyisakan puing-puing. Di beberapa sudut terlihat jelas batu bata yang mulai terkelupas. Pengunjung masih bisa melihat jelas bekas tapal rumah seperti dapur, kamar tidur, ataupun toilet. Di garasi rumah yang tak berpintu, sebuah spanduk besar terpajang di dinding ruang. Disana tercatat nama-nama korban yang berjumlah 982 nama. Ini semuanya warga Lampulo yang menjadi korban. Kemungkinan jumlahnya bisa lebih, karena ada beberapa keluarga yang memang tidak menyisakan sanak famili. Ataupun sebagian tak sanggup melaporkan nama saudaranya ke pengelola.
Dari tangga yang bersebelahan dengan garasi, anda dapat menuju ke lantai dua. Di lantai teratas ini ruangan terbagi dua. Di sebelah kiri tangga ruang sekretariatan, di sebelah kanan terdapat ruangan yang bersisian dengan balkon menjorok keluar. Di ruangan inilah para korban awalnya berkumpul ketika air meninggi sebelum kapal tersebut datang. Konon ketinggian air mencapai dagu orang dewasa di lantai dua. Sehingga bocah-bocah kecil yang mengungsi ke ruang ini terpaksa harus digendong.
Sekarang ruangan ini menjadi galeri foto. Sebagian foto menggambarkan situasi rumah Ibu Abasih ketika tsunami surut. Juga sebuah foto yang menggambarkan seng atap balkon yang jebol, yang digunakan beberapa warga untuk menyelamatkan diri ke atap rumah tertinggi. Menurut cerita warga setempat, hampir keseluruhan kawasan ini remuk rata. Terbukti dengan berdirinya banyak rumah bantuan yang serupa. Hanya beberapa rumah saja yang bertahan dari hempasan.
Walaupun agak sedikit tersembunyi dan jauh dari pusat kota, ternyata objek tsunami ini ramai dikunjungi oleh wisatawan. Kedatangan wisatawan yang ramai juga didukung dengan fasilitas di komplek ini. Di sudut pekarangan, terdapat bilik-bilik kayu yang menjual souvenir Aceh dan pusat informasi wisata. Setiap wisatawan yang datang kemari bisa meminta sertifikat ke pengelola. Sebagai bukti telah berkunjung ke lokasi ini.
Beberapa orang ternama juga pernah berkunjung ke tempat ini, seperti Irene Handono, Farah Quinn, Lilis Karlina, Cici Paramida, Firman Utina, ataupun Ustad Maulana.
Tags:
Wisata
0 komentar